Fenomena Istidroj
Ayat ke 44 dari surah al-An’am ini menjelaskan tentang fenomena
istidroj, yakni diangkat menjadi lebih tinggi akan tetapi untuk
dijatuhkan dari tempat yang lebih tinggi itu;
قال الله تعالى في قرآنه الكريم : فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ
Adakalanya ketika orang ingkar seingkar-ingkarnya, maksiat
semaksiat-maksiatnya, justru malah terbuka segala pintu-pintu kesenangan
bagi mereka. Tetapi ingat, hal itu tidaklah lama. Seperti yang
disebutkan di dalam ayat itu selanjutnya;
حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
"...sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu
mereka terdiam putus asa.."
Na’uudzubilaahi min dzaalik..
Ikhwah wa Akhowaty fillah,.
Ayat ini mengingatkan bahwa ada fenomena terkadang semakin maksiat
seseorang, pintu-pintu kesenangan semakin mudah dia peroleh. Tetapi itu
bukanlah berkah, melainkan istidroj, yakni diangkat untuk dijatuhkan
dari tempat yang lebih tinggi. Kita pasti berfikir ‘kemudian bagaimana
kita menjaga diri dari fenomena istidroj ini?’ karena tentu kita tidak
ingin harta yang sudah kita miliki, kesehatan yang kita punyai,
perolehan-perolehan yang sudah kita capai, hanya mengangkat kita untuk
jatuh dari tempat yang lebih tinggi..
Ikhwah wa Akhowaty yang
dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala.. ada ‘ulama yang mengatakan
“apabila engkau merasa rezekimu semakin banyak, kebaikan-kebaikan
semakin mudah diperoleh, harta benda semakin gampang didapat, tetapi
pada saat yang sama, engkau juga mengakui, menyadari, bahwa ibadahmu
tidak semakin bertambah, kesholehanmu tidak semakin meningkat,
ketaatanmu tidak semakin kuat, maka hati-hati, jangan-jangan semua yang
diperoleh dengan mudah itu adalah istidroj. Engkau sedang diangkat
tetapi untuk dijatuhkan dari tempat yang lebih tinggi”..
na’uudzubillaahi min dzaalik..
Karena itu, marilah kita
bersyukur atas semua nikmat yang sudah kita miliki.. bertaubat dari
kesalahan, dari dosa yang pernah atau sedang kita lakukan,. Sehingga
dengan demikian, nikmat demi nikmat tadi menghantarkan kita kepada
kebahagiaan hakiki, bukan mengangkat kita pada satu puncak, kemudian
kita dijatuhkan dari puncak tersebut secara menyakitkan..
Semoga Allah menjadikan kita insan yang senantiasa bersyukur,. hati yang
selalu bersemangat untuk taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, jasad
yang senantiasa sehat dan menggunakannya untuk amal kebaikan, serta
berperan di dalam masyarakat untuk kebaikan-kebaikan kita semua..aamiin
ya Mujiibas-saailiin..
[Senja di Kampus Peradaban, Ponpes Hidayatullah Pusat, Gunung Tembak Balikpapan, 17 Rabi’ul Awwal 1434 H]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar